Fatamorgana Sang Idola

IDOLA, selalu punya daya magis. Segala atribut dan prilakunya bisa menjadi pembenaran buat sebagian fans fanatiknya. Lantas, apa jadinya jika artis yang diidolakan itu, ternyata pengkonsumsi narkoba? Inilah penuturan seorang laki-laki, yang terjerumus narkoba lantaran mengikuti kehidupan fatamorgana sang idolanya.
Nama saya Toro (bukan nama sebenarnya). Saya dibesarkan di sekitar lingkungan narkoba dan alkohol, tepatnya di daerah Tambak Matraman Jakarta Pusat. Saya sudah merokok waktu usia mencapai 8 tahun. Sementara pada usia 12 sudah mabuk-mabukan, karena hal itu saya selalu mendapat masalah dengan hukum.
Masuk SMP, ketika usia 12 tahun, saya sudah minum, pakai pil BK dan menghisap ganja. Kebiasaan itu berlangsung selama bertahun-tahun. Ketika itu, saya tidak pernah tahu apakah kehidupan yang selayaknya atau hidup bersih. Adapun yang saya tahu dan lakukan adalah selalu mabuk-mabukan dan berpesta setiap waktu bersama-sama teman-teman.
Terus terang, saya adalah fans fanatik salah satu grup musik anak muda. Kecintaan saya pada grup musik itu, bahkan pada salah satu personilnya melebihi segala-galanya. Saking cintanya, kamar sayapun penuh dengan poster sang idola. Tidak itu saja, segala atribut yang dikenakannya, pasti saya tiru.
Singkat cerita, dari informasi yang saya dapat, setiap Rabu grup musik itu selalu menggelar jumpa penggemar, usai latihan bermusik di base campnya di bilangan Jakarta Selatan. Kesempatan itu, saya manfaatkan untuk lebih dekat dengan sang idola, mulai dari minta tanda tangan, foto bersama serta mendengar pengalaman grup musik itu dalam mencapai kesuksesan.
Saking seringnya saya ke base camp, lama-kelaman saya jadi betah dan akrab dengan komunitas itu. Sayapun jadi sering bolos sekolah dan kerap menginap, meskipun tempat untuk menampung para fans grup musik itu tidak terlalu besar. Selama berada dikomunitas itu, saya berkenalan dengan sebut saja namanya Ringgo dari Bogor yang mengaku penggemar fanatiknya dan juga sebagai kurir narkoba.
Ringgolah yang mengajak saya untuk mencoba pada barang haram yang disebut narkoba. Menurut pengakuan Ringgo, selain ia menjual narkoba pada para fans grup musik itu, iapun mensuplai narkoba pada personil grup musik anak muda ini.
Awalnya, saya tidak percaya dengan apa yang diucapkan Ringgo. Tapi setelah melihat langsung, personil grup musik itu memakai narkoba, saya pun membenarkan apa yang dikatakan Ringgo. Saya pun bertanya pada Ringgo, alasan apa sampai mereka mengkonsumsi narkoba? Ringgo menjawab dengan santai, bahwa dengan narkoba, mereka merasa menjadi sangat hebat karena dalam sehari bisa menciptakan puluhan lagu. Selain itu bisa buat tambah pede (percaya diri) saja ketika nyanyi di atas panggung

Berawal dari Bujukan Teman
Seakan, seperti sebuah pembenaran, saya pun mulai memakai narkoba. Saat itu yang terlintas di pikiran saya adalah, idola saya saja pakai, kenapa saya sebagai fansnya tidak?. Seiring berjalannya waktu, saya menjadi sangat ketergantungan narkoba. Sayapun mulai menggunakan jarum suntik dan menyuntikkannya ke lengan saya. Hidup saya berantakan dan melewati berbagai macam keadaan yang beraneka-ragam.
Saya mencuri, berbohong, curang dan semuanya jadi satu dan yang saya ketahui adalah jauh di dalam diri saya, bahwa saya bukanlah orang yang baik!. Saya hampir kehilangan hidup beberapa kali. Saya mencuri dari teman-teman dan keluarga saya. Dari semua perilaku saya yang menyimpang itu, yang paling saya takutkan adalah, kalau semuanya ini suatu saat akan berakhir didalam penjara dan mengindap HIV/AIDS
Selama menjadi pecandu, saya tahu kalau hidup saya sangat gila dan posisi kehidupan saya berada disaat yang terburuk. Saya teringat suatu kali menangis dan memberitahukan pada sahabat saya, sudah mulai jenuh dengan semua ini dan ingin secepatnya kembali pada kehidupan normal. Namun, saya tidak melihat ada cara yang efektif untuk keluar dari kehidupan yang saya jalani ini.
Setelah tiga tahun menjadi pecandu, akhirnya saya bisa juga masuk panti rehabilitasi, untuk melepaskan diri dari narkoba. Selama menjadi orang bersih, saya mendapatkan kembali semua yang musuh telah curi dari saya, beserta bunganya. Sayangnya, hal itu hanya bersifat sementara. Diakui Toto, bukan hal yang mudah ketika dia memutuskan berhenti menggunakan narkoba. Sebab, teman-temannya yang masih menggunakan narkoba selalu berusaha mengajak kembali berkumpul dengan mereka.
Disamping itu, ternyata bukan perkara yang mudah pula untuk memutuskan hubungan dengan mereka. Pasalnya, mereka pasti akan melakukan segala cara agar dirinya bisa kembali dan menggunakan narkoba lagi. Akhirnya, lima bulan kemudian, saya kambuh lagi. Kemudian berhenti lagi dan pakai lagi sampai akhirnya, grup musik idola saya memberikan kesaksian betapa tersiksanya menjadi pecandu narkoba. Bahkan salah satu personelnya, secara blak-blakan mengaku, dia menjadi sosok yang sangat berbeda ketika masih menggunakan narkoba. Setiap kali usai pentas, dia lebih suka berdiam diri di kamar hotelnya daripada menikmati suasana kota di mana grup band rock papan atas itu manggung.
Dari kesaksian itu, mereka berkomitmen sekaligus memberi pernyataan seluruh personel grup musik itu sudah terbebas dari kungkungan narkoba. Mereka pun turut mendirikan sebuah rumah rehabilitasi yang diperuntukan bagi para pecandu narkoba yang tidak mampu berobat, namun yang lebih diutamakan adalah para fanatiknya dulu.
Selain itu, secara berkala personil grup musik itu mengajak para fansnya yang mantan pecandu narkoba di rumah itu untuk menyaksikan mereka berlatih sekaligus berdekatan dengan sang idolanya. Itu salah satu cara untuk membantu penggemarnya yang menderita karena narkoba. Soalnya, mereka sudah merasakan betapa menderitanya hidup dalam cengkeraman narkoba.
Melihat sang idola telah bersih dan dapat menjalankan pola hidup sehat kembali, Toro pun termotivasi untuk berhenti pakai narkoba dan menjadikan grup musik itu sebagai role modelnya guna mengubah hidupnya menjadi lebih berguna. “Idola saya saja bisa berhenti pakai narkoba dan bisa maju, bahkan sampai dikenal orang, kenapa saya tidak bisa seperti dia? Apalgi background sama. Karena itu, saya tetap bersemangat dalam menggapai mimpi dan tidak pernah putus asa untuk lepas dari narkoba “ujar Toro.
Lebih 10 tahun, Toro menjadi pecandu, namun kini, ia benar-benar bersih dan bebas dari segala macam barang setan yang pernah menyeretnya kelimbah kenistaan. Bahkan, kini, Toro pun telah menjadi konselor di salah satu tempat rehabilitasi di Jakarta. Terbebasnya Toro dari narkoba dan bisa menjadi seperti sekarang bukanlah tanpa perjuangan. Pengalamannya selama menjadi pecandu dan keluar masuk panti rehabilitasi diambil manfaatnya sebagai tolok ukur akan kelemahan-kelemahannya. Ditambah peranan sang idola yang dijadikan role modelnya dan kerap memberi pengetahuan serta memotivasinya untuk terus maju, apalagi setelah ia dinyatakan positif HIV. (Iwan)

Kisah Seorang Pengabdi di tempat Rehabilitasi Narkoba


LELAKI itu setiap hari tanpa jemu mengunjungi dan mengingatkan pecandu narkoba yang sedang dibina di tempat rehabilitasi, untuk tetap mempunyai semangat hidup. Hal itu dilakukan agar penghuni tempat rehabilitasi itu bisa segera pulih dan kembali kepada keluarga dan lingkungannya.
Menekuni pekerjaan seperti itu tampaknya tidak mudah. Buktinya makian atau umpatan pasien sering dialamatkan kepada Zulkifli Lubis, seorang pria yang setia mengabdi di salah satu tempat rehabilitasi di Pekayon Bekasi Barat. Namun demikian, Pak Zul demikian biasa disapa tidak merasa kapok melakoni pekerjaan itu.
Zul sendiri tidak henti-hentinya mengingatkan pasien yang kedapatan tidak disiplin. Misalnya Rudi salah seorang seorang residen yang suka lupa untuk membersihkan dan membereskan kamarnya. Kedatangan Zul dimata Rudi sangat menakutkan karena pikirnya pasti dirinya disuruh untuk membereskan kamar tidur yang masih berantakan. Bahkan sorot mata Zul menyiratkan kekhawatiran bagi Rudi
“Bapak ini suka nakut-nakutin. Saya sudah tahu bapak ke sini, pasti nyuruh beresin kamar lagi. Tapi sebentar lagi ya, pak Zul,”ujar pria berusia 32 tahun sambil tertawa kecil.
Rudi sendiri, seharusnya setiap hari wajib merapikan dan membersihkan kamarnya tanpa disuruh seperti rekan-rekan lainnya yang juga menjadi penghuni di rehabilitasi itu. Namun apa daya, efek narkoba yang menyerang kejiwaan Rudi, membuat laki-laki berkulit bersih itu jadi sering lupa.
“Dahulu, ketika pertama kali Rudi dirawat di sini, ia sering mengamuk, bahkan kalau disuruh membersihkan kamarnya sering melawan. Bahkan tidak jarang ia kerap melempar barang-barang yang ada di kamarnya, tapi sekarang ini sudah banyak perubahan, hanya penyakit lupanya yang masih sering terjadi, “ujar Zulkifli .
Mendengar protes Rudi, Zulkifli yang setiap hari bertugas memeriksa setiap kamar pecandu hanya tersenyum. Kalau sudah begini, pria ramah ini hanya meminta Rudi untuk tetap membersihkan kamarnya, meski harus menunggunya.
"Nanti setelah membersihkan tempat tidur, terus mandi dan kita makan bersama, dengan teman-teman yang lain,” kata pria berusia 46 tahun ini.
Pria yang hanya lulus Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) ini terus membujuk Rudi, agar memiliki kedisiplinan dan inisiatif selama menjalani perawatan di rehabilitasi. Hal itu sangat penting, sebagai gambaran untuk memastikan apakah proses pemulihan yang sedang dijalani Rudi benar-benar telah menunjukan hasil signifikan atau belum. Bila belum, Rudi masih harus menjalani pengobatan lanjutan selama beberapa bulan kedepan.
Bagi Zulkifli, keluhan tentang mahalnya biaya rehabilitasi menjadi penyebab banyak pecandu yang direhab ditempat ini sering mangkir. Bukan cuma keluhan, terkadang kakek lima cucu ini harus berlapang dada mendapat omelan pasien yang keberatan atas kunjungannya.
"Kadang kala, kalau saya berkunjung ke rumahnya, pasien lebih galak!” kata Zulkifli.
Ketika dirinya menanyakan langsung ke pasien, kenapa tidak mau datang ke tempat rehab lagi? Pasien tersebut mengatakan, “Emangnya bapak yang merasakan? Saya yang ngerasain,”ujar seorang pasien seperti dituturkan Zul.
Bagi Zulkifli, omelan pasien merupakan risiko pekerjaannya sebagai petugas pengawas pasien narkoba. Terpenting, ia dapat memastikan mulai dari pengobatan hingga pemulihan yang dijalani penderita hingga tuntas, sesuai perjanjian yang ditandatangani pasien ketika akan menjalani pengobatan. Jika pengobatan pecandu tidak tuntas, karena tidak ada biaya dan kabur yang kasihan adalah keluarganya, namun yang lebih menderita lagi si pecandu itu sendiri. Sebab, bisa dimungkinkan ia akan kembali lagi pada komunitasnya. Bahkan yang paling mengkhawatirkan adalah, kalau si pecandu yang tengah dirawat ternyata positif HIV/AIDS, dan memakai narkoba jarum suntik yang tidak steril. Hal itu tentu bisa menular pada pecandu yang bergantian jarum suntik dengan pasien yang positif HIV tersebut.

Awal Kisah
Zulkifli Lubis menjadi pengawas pasien pecandu narkoba sejak awal 1990. Awalnya, pada 1980 dia bekerja sebagai pesuruh dan penjaga sepeda direhabilitasi narkoba dan kejiwaan dijalan Raya Pekayon Bekasi Barat. Upahnya waktu itu Rp 200 ribu per bulan. Kini gajinya Rp 900 ribu per bulan. Karena keuletan dan kepatuhannya, Zulkifli dipercaya mengurusi arsip catatan pasien. Setelah mendapatkan pelatihan di rehabilitasi itu, kemudian Zulkifli naik pangkat menjadi petugas pengunjung pasien.
Awal bertugas sebagai pengunjung pasien, pria bertubuh kecil ini mengaku takut. "Takut ketularan, apalagi kalau ada pasien yang menderita HIV positif!. Tapi Lama-lama, biasa. Nggak ada rasa takut, apalagi ia diberitahu oleh seorang dokter, kalau penyakit HIV/AIDS hanya bisa tertular lewat, pengguna jarum suntik secara bergantian yang tidak seril, hubungan intim dan transfusi darah” katanya.
Bagi Zulkifli, yang penting menjaga kebersihan dan hidup sehat. Namun, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Baru dua tahun bekerja direhabilitasi itu, Zulkifli diserang batuk hebat berkepanjangan. Menurut dokter, Zulkifli mengidap TBC. "Kaget juga! Lha saya ini ngurusin orang sakit, kok bisa sakit. Gimana kata orang? Yang ngunjungi pasien saja sakit," katanya sambil terkekeh.
Bahkan bakteri TBC di paru-paru Zulkifli sempat menulari putri sulungnya. Istri dan anak-anaknya pun protes dan memintanya berhenti kerja direhabilitasi. Tapi ia bergeming. Zulkifli meyakinkan keluarganya bahwa ia tak perlu keluar dari rehabilitasi tersebut. “Namanya penyakit! Siapa mau sakit? Anggaplah sebagai cobaan,” ujarnya. Syukurlah. Karena berobat secara teratur, Zulkifli sembuh total. Demikian juga putrinya yang kini telah memberinya tiga cucu yang lucu.
Menurutnya jumlah orang Indonesia yang menjadi pecandu narkoba ini tak kunjung turun. "makin ke sini pasien semakin banyak," kata Zulkifli. Dulu ia biasa melayani sekitar 10 hingga 20 pasien. Sekarang jumlah pasien meningkat menjadi sekitar 50 pasien sehari. Tak jarang pada hari Sabtu dan Minggu Zulkifli mengunjungi pasien yang rumahnya jauh. "Ada yang di Bogor, Cimanggis, Tanggerang dan sebagainya,” kata Zulkifli. “Kita datangi mereka. Kadang kala pasiennya nggak ada, cuma ketemu keluarganya." Zulkifli selalu mengingatkan keluarga pasien agar rajin memberi dukungan pada anaknya yang tengah dirawat, sebab kalau tidak sampai tuntas, pengobatan yang tengah dilakukan akan sia-sia," ujarnya.
Walau bekerja di luar waktu kerja, Zulkifli tidak mendapat upah tambahan. Ia hanya mendapat penggantian uang transportasi saat berkunjung ke rumah pasien. "Nanti kita bikin laporannya, sebelumnya pakai uang sendiri dulu," katanya. Dan Zulkifli dapat mengklaim uang trasportasi setiap bulan.
Zulkifli adalah satu-satunya petugas pengunjung pasien di rehabilitasi itu. Ia menanggung beban moril jika tak bisa bertemu pasien. Dengan uang pas-pasan serta menahan lapar dan haus Zulkifli harus tetap mengunjungi pasien. Alamat pasien yang tak jelas juga menjadi masalah. Tak jarang Zulkifli kehilangan jejak pasien. "Ada juga yang numpang alamat orang lain. Pas pindah, atau pulang kampung, nggak lapor ke rehabilitasi. Rasanya kesel juga! Sudah jauh-jauh, kok nggak ada. Padahal, pertama kali berobat, mereka sudah dikasih pengarahan harus berobat sampai tuntas. Malah pasien sendiri yang bilang mau sehat. Tapi, begitu sudah agak mendingan, nggak datang lagi," gerutunya.
Namun keluh kesah Zulkifli berubah menjadi gembira tiada tara ketika pasiennya dapat pulih dari ketergantungan dan efek narkoba. Rasa lelah dan kesal menguap. "Ibaratnya, saya itu berhasil. Sekalipun saya nggak bisa ngobatin, tapi omongan saya didengar mereka," katanya.
Hubungan dengan pasien yang begitu lama membuat Zulkifli merasa bagai saudara sendiri. "Kita kan merasa kasihan. Ada orang yang berobat ke sana ke sini, nggak sembuh. Begitu berobat ke sini bisa sembuh. Orang itu kadang-kadang jadi saudara. Istilahnya ya kita ini cari persaudaraan, menolong sesama,” katanya menyudahi pembicaraan (W)

Kisahku Bersama Seorang Pelacur


PERKENALANNYA dengan seorang pelacur di sebuah diskotik, betul-betul menjadi pukulan berat baginya. Sebab dari perkenalan itu, malah membuatnya menjadi seorang pecandu narkoba yang membuat trauma berkepanjangan

Rony (bukan nama sebenarnya) adalah seorang pria yang mempunyai wajah yang tampan, atletis serta berkulit putih. Menurut pengakuannya, banyak wanita yang mencoba mendekat, namun ia belum bisa menerima para wanita itu sebagai teman istimewa, dengan alasan, ia tidak mau memanfaatkan mereka hanya untuk sekedar iseng belaka.

Tetapi sebagai lelaki normal, ia mempunyai kebutuhan seks yang tidak bisa dia pungkiri, apalagi ia termasuk memiliki kebiasaan jelek yaitu sering melihat gambar-gambar porno dan membaca cerita-cerita seks di internet. Selain itu, ia tidak mau, ketika pada saat menikah nanti sama sekali buta tentang seks. Namun dari kebiasan buruknya itu, justru awal kisahnya memulai mengonsumsi narkoba.

Kisah itu bermula ketika ia memutuskan untuk pergi ke tempat "senang-senang". Kakinya melangkah masuk ke salah satu diskotik yang lumayan terkenal di Jakarta. Begitu masuk, Rony langsung naik ke lantai dua diskotik tersebut. Di sana, ia melihat ada beberapa pria dewasa sedang duduk dan bercerita di sofa sambil merokok dan minum-minum. Didalam pikirannya, para pria tersebut sedang menunggu wanita langganannya.

Selang 10 menit memperhatikan suasana di dalam diskotik, seorang bartender menyapanya dengan ramah, "Haloo Boss, mau yang mana nihh, "kata Rony menirukan ucapan bartender itu.

Tanpa ragu Rony mengatakan, ia ingin melihat foto-foto seksi yang ada di meja, Akhirnya dengan bantuan bartender itu, ia diperlihatkan beberapa foto-foto wanita. Karena foto-fotonya begitu banyak, akhirnya, Rony disarankan oleh bartender itu untuk memilih wanita yang berambut pirang.

Singkat cerita, entah apa yang terjadi di kamar saat ia berduaan dengan wanita itu (sebut saja namanya Viny). Wajahnya yang cantik ternyata tidak bisa membuat hasratnya meninggi, justru Rony merasakan hampa dan tidak ada gairah.

Akhirnya, Rony memutuskan untuk hanya bercakap-cakap dengan Viny. Dalam percakapannya, Viny banyak bercerita tentang satu anaknya di kampung dan suaminya yang awalnya merantau ke Malaysia, namun hingga saat ini sudah tidak ada kabar beritanya lagi. Selain itu ada keinginannya untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Makanya untuk bertahan hidup ia terpaksa memilih menjadi "hostes"

Namun dibalik keinginan kuat untuk menopang semua kebutuhan keluarga dengan menjual tubuhnya, ternyata iapun pengkonsumsi narkoba dan turut memperjual-belikan pada teman kencannya. Ketika Rony bertanya, kenapa ia melakukannya, Viny hanya menjawab selain keuntungannya yang lumayan, ternyata narkoba dapat membantunya bergairah ketika melayani para hidung belang yang menjadi pelanggannya.

Antara percaya dan tidak percaya, dalam relung hati Rony terselip rasa penasaran. Kemudian Rony mencoba saran yang diberikan Viny. Mulanya ragu, tapi barang haram yang ditawarkan padanya ia coba juga. Setelah mencoba shabu, iapun tidak habis mengerti, perasaan hasratnya benar-benar meninggi.

Diakui Rony, ketika awalnya mencoba shabu untuk memompa hasratnya, ia tak menaruh kecurigaan. Sedikit demi sedikit barang haram itu akan membuatnya menjadi pecandu. Apalagi dalam hatinya ia merasa yakin ia dapat mengontrol agar tidak ketagihan. Namun setelah beberapa kali memakainya, diam-diam Rony mulai merasa ada yang tidak beres dengan tubuh dan jiwanya, karena ternyata ia telah ketagihan, jadi ingin pakai lagi dan lagi.

Dengan kondisi seperti itu, Rony masih tetap percaya saja pada Viny. Bahkan kata hati dan saran teman-temannya untuk menjauhi Viny, ia urungkan. Alhasil, sejak itu, hampir seluruh waktunya ia habiskan di diskotik dan di rumah Viny. Bukan itu saja, bahkan Viny sebenarnya sudah memintanya agar ia tinggal bersamanya, daripada buang-buang uang untuk biaya kontrakan.

Sadar Sebelum Terlambat

Belakangan, setelah menjadi pesakitan selama kurang lebih lima tahun, ia mulai lelah dengan gaya hidup seperti ini. Iapun tidak habis pikir mengapa, sampai bisa berkenalan dengan seorang pelacur yang akhirnya malah menjerumuskan ia dalam pelukan setan narkoba. Padahal, tadinya ia merasa cukup yakin dan kuat untuk tidak terpengaruh apalagi sampai ketagihan.

Dalam hatinya ia berkata sendu “Apa yang telah kulakukan, dosa apa yang harus kutanggung hingga Tuhan memberiku ujian yang begitu berat ini. Dulu, mendengar namanya narkoba saja, aku begitu alergi. Tapi sekarang malah aku yang tak kuasa melepaskannya, dan hidup seperti ini seperti dineraka saja, “ucapnya.

Pada suatu hari Rony meminta ijin pada Viny. Alasannya ingin berkunjung kerumah saudara ibunya didaerah Jawa Timur. Tepat jam duabelas malam, Rony menemui Viny didiskotik tempat ia bekerja. Saat itu Rony berpikir, jika ia masih berhubungan dengan Viny, ia tidak akan bisa lepas dari narkoba, saat inilah waktu yang tepat untuk meninggalkannya.

Kemudian Rony masuk ke diskotik melalui pintu belakang, dan langsung menuju ke kamar tidur Viny tempat dimana ia biasa melayani lelaki hidung belang. Sesampai dikamarnya, Rony melihat Viny sedang tertidur dengan pulasnya bersama seorang lelaki.

Dengan berjalan mengendap-endap, Rony menghampiri Viny, membangunkannya perlahan dan memintanya menuju ke kamar tamu, untuk meminta ijin, kalau besok pagi ia akan keluar daerah menemui saudaranya. “Dan .. itulah malam terakhir, saya melihat wajah Viny, “katanya datar.

Lima tahun sudah kisah gelap bergaul bersama seorang pelacur hingga akhirnya Rony terjerumus narkoba dan kini telah sembuh dari jeratan barang haram itu telah berlalu, namun kisah ini tetap membekas bersama perjalanan hidupnya yang tidak bisa dilupakan begitu saja

Walau Rony kerap berkhayal, entah kapan ia akan bertemu lagi dengan Viny. Karena setelah perbincangannya dengan Viny di diskotik lima tahun silam tersebut, ia bertekad tidak akan lagi masuk ke tempat serupa.

Saat ini ia tetap berharap bisa bertemu lagi dengan Viny, tentu saja dalam kondisi yang lebih baik bukan sebagai seorang "pelayan seks" dan Pelanggannya. Tetapi sebagai seorang sahabat. (W)

Duka Cinta Terdalam membuat Diriku Terjerat Narkoba


KARENA ingin menghapus kenangan terindah bersama isteri tercintanya yang telah meninggal dunia, R. Karya Sampurna, malah kecanduan narkoba. Selama dua tahun, ia menjadikan dirinya budak sabhu dan ekstasi sebagai pelarian masalahnya. Beruntung ia segera menyadarinya, sebab kalau terus berlanjut, ini bisa berubah menjadi mimpi buruk buat diri dan keluarganya.

Tahun 2003 sampai 2005 lalu adalah masa-masa keterpurukan hidup R. Karya Sampurna yang lebih akrab disapa Nana. Ia mengenang kembali mimpi buruk yang dialami pada enam tahun yang lalu, dimana karena meninggalnya isteri tercinta ternyata membuatnya menjadi depresi. Meski berbagai upaya untuk melupakan peristiwa itu telah dilakukan, namun tidak juga berhasil. Hingga akhirnya ia menggunakan narkoba sebagai jawabannya walaupun Ia sadar bahwa hal itu telah melucuti dirinya,
Nana adalah tenaga staf administrasi disalah satu perusahaan swasta di Serang Banten. Sejak meninggalnya isteri tercinta, 19 Desember 2002 lalu akibat hipertensi ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengurung di kamar dan menutup diri dari pergaulan luar. Bahkan, teman-teman di kantornya pun banyak yang menyarankan agar ia jangan larut berkepanjangan karena peristiwa itu, dan harus bisa melupakannya. Bagi Nana, walau apa yang disarankan kawan-kawannya memang benar, tapi pada prakteknya tetap saja sulit. “Jujur aja, meski ketika itu kepergian isteriku menghadap Sang Khalik sudah berjalan satu tahun, namun bayangan dirinya masih terasa dalam jiwaku. Semakin aku coba untuk melupakan, justru semakin dekat saja bayangan itu, lantaran itu aku jadi stress,“ ujar Nana.

Terjerumus Narkoba
Melihat keadaan diriku yang seperti hidup segan mati tak mau, akhirnya teman-teman se-kantor pada suatu malam minggu mengajakku untuk melihat hiburan dangdut di Citeras, Serang. ”Pikirku daripada melamun, kenapa aku tidak mulai menghibur diriku dari kedukaan,“ kata Nana menceritakan kembali pengalamannya.
“Lalu setelah berfikir, ku iyakan saja tawaran itu. Ketika itu kami pergi naik mobil kijang, namun setelah melintas di daerah Citeras, kami tidak berhenti, malah bablas ke Jakarta dan akhirnya berhenti disalah satu tempat hiburan malam di Jakarta,” cerita Nana.
Singkat cerita, “Aku diajak berjoget sambil disuguhi segala pernak-pernik kenikmatan yang bisa didapatkan didalam diskotik, mulai dari minuman keras, ekstasi bahkan wanita. Seakan segala suguhan yang kunikmati di tempat hiburan malam itu, beradu cepat dan beradu keras antara musik house mix dan adreanalinku. Dari pengalaman pertama ke diskotik yang aku bisa ceritakan adalah ternyata ekstasi bisa membuatku melupakan segala masalah yang sedang kualami, meski belakangan aku tahu bahwa hal itu hanya bersifat sementara,” katanya.
Meski target sementara untuk melupakan masalah yang selama ini terus menghantui Nana sudah terlihat hasilnya, namun ia belum mau buru-buru meninggalkan dunia gemerlap tersebut. “Seiring perjalanan waktu, aku jadi terbiasa dengan kehidupan malam. Berjoget semalam suntuk, menenggak minuman keras dan mengumbar hasrat dalam pergaulan. Tidak itu saja, narkoba dan sex bebas pasti aku lakoni sebagai syarat ritual perjalanan akhirku melepas segala masalah ini,” papar Nana.
Karena kebiasan buruk itu, ia jadi sering kehabisan uang. “Gajiku yang biasanya bisa bertahan selama selama satu bulan, ludes sebelum waktunya. Agar tetap bertahan, segala peralatan elektronik yang ada di rumah seperti TV, Tape, VCD serta HP menjadi korban untuk menutupi kebutuhan dan kebiasaan burukku ini. Tak jarang akupun kerap meminta uang pada ibuku,” ungkapnya sedih.
Lanjutnya, “Kebahagian yang kudapatkan dengan mengkonsumsi narkoba, ternyata nikmatnya tidak sebanding dengan resiko yang aku hadapi. Aku jadi sering berbohong pada orang tua, sering bolos kerja karena lelah setelah semalaman ke diskotik, belum lagi jika suatu saat nanti aku harus berurusan dengan pihak yang berwajib. Hidup seperti ini membuatku lelah, aku ingin kehidupan yang lebih baik Pernah aku coba untuk berhenti dari prilaku menyimpang ini, namun hanya bertahan enam bulan, setelah itu akupun kembali lagi kepelukan barang setan tersebut.”
“Sampai suatu saat, aku mengalami peristiwa di Jalan tol Merak – Jakarta, ketika pulang dari diskotik, mobil yang aku tumpangi mengalami kebakaran dibagian kapnya (bagian penutup mesin, red.), akibat air radiatornya kering. Seketika itu aku langsung punya firasat, mungkin Tuhan mulai memperingatiku agar segera menghentikan kebiasan buruk ini, sebelum semuanya berakhir sia-sia. Dari peristiwa itu, aku bertekad untuk melepaskan diri dari belenggu narkoba yang telah menjeratku selama dua tahun,” .
Menutut Nana, “Untuk melepaskan narkoba, memang aku tidak masuk rehabilitasi. Namun, aku terus mendekatkan diri pada Allah, bertaubat dan mohon ampunannya. Dan peristiwa tol Merak – Jakarta itulah yang akhirnya mampu menghentikan pengembaraanku pada dunia gemerlap hiburan malam.”

“Yah..dua tahun aku telah menjadi pesakitan, dan buatku itu sangat menyiksa. Sekarang waktunya bagiku untuk memikirkan masa depan dan keluargaku. Apalagi, kini aku telah menikah lagi dengan seorang wanita yang kukenal ketika kami sama-sama naik bis jurusan Rangkas – Merak. Meski ia telah mempunyai anak dari perceraian dengan suami pertamanya, buatku tidak masalah, bahkan aku bersyukur, karena telah dipertemukan jodoh oleh Tuhan. Kini tekadku telah memiliki tepi, dan akan ku jadikan sebagai titik balik kehidupanku kearah yang lebih baik bersama keluargaku. Amin.” Demikian pengakuan R. Karya Sampurna alias Nana yang berdomisili di Serang – Banten kepada Tabloid SADAR (W)

Akibat Narkoba Kuliah Berantakan

NARKOBA yang kunikmati selama hampir empat tahun, telah membuat semua cita-citaku terkubur bersama waktu dan kenistaannya. Tidak hanya itu saja, harta benda orang tuaku pun turut terkena imbasnya bersama kebebasaan kehidupan malamku ke diskotik yang sudah menjadi rutinitas.

Beruntung aku disadarkan oleh sahabatku. Kini aku tengah menjalani proses pemulihan di sebuah panti rehabilitasi. Sebab kalau hal itu tidak dilakukan, mungkin namaku hanya tinggal kenangan saja seperti nasib adikku yang lebih dulu meninggal karena putaw
Jujur saja, semua ini masih bisa disyukuri, meskipun sekarang aku sendiri harus jungkir balik melakoni proses pemulihan melawan narkoba. Namaku sebut saja Nina (bukan nama sebenarnya). Aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku sendiri dilahirkan ditengah keluarga yang berkecukupan. Ayahku seorang pebisnis dibidang otomotif, sedang ibuku pegawai diinstansi pemerintahan di kota Bekasi yang posisinya sudah cukup lumayan.

Karena kehidupan kedua orangtuaku dipenuhi kesibukan, bahkan aku berani mengatakan, mereka seperti asyik dengan dunianya dan jarang sekali memberikan waktunya bersama keluarga. Kondisi tersebut membuat aku dan adikku merasa diterlantarkan dalam kasih sayang.
‘’Walau secara materi kami memang dimanjakan dengan berbagai fasilitas, baik kendaraan, uang saku hingga semua keperluanku terpenuhi. Tapi satu hal yang jarang diberikan ayah dan ibuku adalah perhatian ketika mereka tengah berada di rumah,’’ujar Nina
Namun lanjut Nina tidak hanya itu saja, bahkan walau hanya sekedar menanyakan keadaan kedua anaknya di kampus ataupun sekedar basi basi, jarang sekali mereka lakukan. Sepertinya, mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sehingga melupakan anak-anaknya yang begitu merindukan belaian kasih sayang orang tua.
Sampai akhirnya, kata Nina dengan nada lirih, adiknya meninggal dunia. Sungguh ironis Nina sendiri dan kedua orangtuanya merasa tidak percaya, adiknya meninggal karena overdosis memakai narkoba jenis putauw.
‘’Informasi ini aku dapat dari pacar adikku yang pada saat-saat terakhir kematiannya, ia orang yang ada disampingnya. Menurut pacar adikku, adikku seperti orang bingung ketika tahu kalau pacarnya tengah mengandung akibat perbuatannya,’’tutur Nina
Sejak kepergian adiknya , Nina mengaku semakin menjadi kesepian. Meski sejatinya Nina sendiri memang jarang berkomunikasi dengannya, tapi sesekali ialah orang yang menjadi tempat diskusi ketika dirinya ada masalah dengan pacar. Karena itu ketika adiknya meninggal Nina semakin tak betah di rumah. Sebagai penghiburnya ia bersama teman-temannya mulai pergi kedunia gemerlap (dugem). Baginya dunia seperti itu bukan lagi cerita langka. Dengan makin seringnya ia ke tempat dunia hiburan malam, untuk mengubah suasana batin, sepertinya semua cobaan yang menerpa keluarga seolah lengkap sudah.
Di diskotiklah ia pertama mengenal narkoba, yang perlahan tapi pasti merusak semua kehidupannya. Ia mengenal barang setan itu dari kekasih temannya yang memang masih satu kampus dengan Nina.
‘’Aku dibuatnya terlena. Bahkan, kesucianku rela kuserahkan, karena bujuk rayunya yang akan terus memberi narkoba gratis padaku. Selama hampir dua tahun tubuhku kutukar dengan narkoba, semua ini kulakukan karena aku memang sudah ketergantungan,’’ujar Nina yang meratapi nasib diri.

Kehidupan bebas yang digeluti bersama pacar temannya tersebut telah membutakan mata hati Nina. Semua ini hanya untuk mendapatkan kenikmatan semu sesaat. Mereka tak ubahnya seperti pasangan suami isteri yang tak lagi mengenal waktu dan tempat untuk bisa melampiaskan hasrat. Adapun yang ada dalam pikirannya ketika itu hanyalah putaw.
Singkat cerita, tanpa sepengetahuan Nina, pacar temannya itu pergi begitu saja meninggalkan dan membiarkannya dirinya yang sedang melawan rasa sakaw karena narkoba. Nina pun mencoba mencari informasi ke teman-temannya, tapi tidak ada yang tahu. Bahkan ia pun nekad menyambangi rumahnya dan bertanya hal yang sama, tapi orang rumahnya tidak ada yang mau memberitahu keberadaannya.
Dengan terpaksa akhirnya dipikul semua penderitaan tersebut karena perbuatannya sendiri. Karena sudah ketergantungan narkoba, terpaksa ia mulai berprilaku seperti maling. Mulai dari uang kuliah dipakai, berbohong minta uang untuk keperluan ini itu, sampai semua harta orang tua dijual demi mendapatkan barang haram itu. Karena sehari saja tidak pakai narkoba sepertinya dunia ini akan kiamat.
Dalam masa - masa kritis yang hampir tak mampu lagi menyelamatkan diri dari gerogotan obat terlarang itu, Nina nekad menemui mantan pacarnya ketika di duduk di bangku SMU, Rusdy namanya. Kepada Rusdy, ia ceritakan semua kejadian yang tengah menimpanya dan kehidupan keluarga yang sudah tidak pantas lagi disebut keluarga. Rusdy begitu iba mendengarnya,
‘’Belakangan baru aku tahu, rupanya diam-diam Rusdy memperhatikan semua kelakuanku selama ini dari informasi temannya,’’imbuhnya

Perhatiannya yang sungguh-sungguh tersebut membuat Nina meneteskan air mata. Pikirnya, ternyata masih ada orang yang menginginkan dirinya dalam kebaikan. Perlahan Rusdy mulai memperkenalkan Nina dengan semua yang berhubungan dengan agama. Setiap saat kalau ada waktu, Rusdy tidak bosan menemui Nina di rumah untuk memberi petunjuk agar bisa kembali ke jalan Allah.
‘’Mulailah kemudian aku sadar akan kekeliruanku selama ini. Meski masih sering sakaw seolah tak mampu lepas dari narkoba, namun kehadiran seorang mantan kekasih ternyata begitu kuat. Ia pun menyarankan aku masuk panti rehabilitasi sebagai langkah awal untuk memulai hidup baru,’’katanya

Berkat saran Rusdy, akhirnya tanpa pikir duakali Nina pun masuk panti rehabilitasi menjalani proses pengobatan kecanduan narkoba. Dalam benaknya, ia berharap, mudah-mudahan langkah ini, awal pembuka dari kehidupan yang baru. Pertama kali masuk tempat rehabitalasi bertepatan bulan puasa tahun lalu. Makanya ketika mendengar suara takbir dan takhmid berkumandang, hampir setiap malam Nina sering menangis karena menyesal. Kini dirinya menghabiskan waktu di panti rehabilitasi mencoba memupuk semangat hidup yang mulai tumbuh kembali dan semoga akan terus seperti ini.
‘’Terima kasih sahabat yang juga mantan kekasihku,’’ujar Nina dengan nada haru. (W)