Mending Dibilang Banci daripada Hancur karena Narkoba


“ANDA wartawan dari Majalah SADAR itu ya?”
Kata-kata itu tiba-tiba saja dilontarkan oleh seorang laki-laki berperawakan kurus, berkulit putih, dan menggunakan penutup kepala yang dihiasi dengan kacamata hitam sporty. Orang itu ternyata adalah Ricky (bukan nama sebenarnya, Red.), yang memang ditunggu-tunggu oleh SADAR sebagai sosok Rubrik Kisah Nyata SADAR edisi kali ini. Melihat Ricky, SADAR seakan tidak percaya bahwa ia dulu pernah kecanduan narkoba. Matanya bersih, mukanya terlihat begitu fresh (segar, Red.). Kami pun kemudian saling memperkenalkan diri.

Sesaat kemudian kami sudah duduk di sebuah tempat bernama Toraja Café yang terletak di Mal Ambassador. Di awal SADAR mengajukan pertanyaan, Ricky mengatakan bahwa sebenarnya ia enggan menceritakan masa lalunya yang kelam. Apalagi cerita itu untuk dipublikasikan melalui majalah. “Makanya saya gak pernah mau diekspos. Jangankan sama media terkenal, sama media gereja saja saya gak mau diwawancara.” ungkap pria kelahiran 16 September ini
Bagi Ricky, masa lalunya yang kelam biarlah menjadi jejak-jejak hidupnya, tidak perlu diekspos. Tetapi khusus untuk pembaca majalah SADAR, pria yang mempunyai tato di pergelangan tangan kirinya itu akhirnya bersedia berbagi kisah. Tujuannya, semoga bisa menjadi inspirasi bagi pembaca SADAR karena saat ini dirinya juga sedang memerangi narkoba.

Orang Tua Setiap Hari Ribut
Ricky menghabiskan masa kecilnya di tengah keluarga yang broken home. “Masa kecil saya kacau banget. Orang tua saya setiap hari pasti ribut. ribut, dan ribut. Karena itulah, keributan adalah hal biasa bagi saya,” ungkap Ricky. Selain broken home, Ricky kecil juga harus menghadapi kenyataan pahit jarang berkumpul dengan orang tua. Penyebabnya adalah karena dirinya sering dititipkan ke kerabat, dan otomatis ia selalu berpindah.
Memasuki masa SMP, Ricky mulai mencoba merokok. Kondisi mental yang sedang kacau ditambah pergaulan yang tidak baik, membuat kebiasaan merokoknya semakin menjadi. Awalnya orang tua Ricky tidak mengijinkannya merokok, tetapi akhirnya mereka menyerah. Menurut Ricky, awal dari kebiasaan memakai narkoba adalah merokok. “Soalnya waktu saya pusing, saya isep rokok. Kalau sudah gak mempan, saat itulah mulai mencoba-coba narkoba. Dan rata-rata tipikal pecandu narkoba di Indonesia seperti itu, diawali dengan kebiasaan merokok.” terang Ricky sambil menyeruput jus jeruknya.
Saat menginjak bangku SMA, Ricky pertama kali mencoba narkoba. “Kira-kira tahun 80-an. Waktu itu zamannya megadon (jenis narkoba, Red.), jadi saya pertama kali nyoba ya megadon itu. Pertama kali nyoba sih rasanya pusing, bawaannya males banget, pokoknya gak enak banget deh!” tuturnya mengenang.
Walau begitu Ricky tetap saja mengkonsumsi obat terlarang, sampai akhirnya ia pun kecanduan. Kondisi ini diperparah oleh lingkungan tempat tinggalnya. “Saya kenal narkoba pada saat saya tinggal di daerah Pasar Baru, di Gang Kelinci. Gang itu tuh emang sarangnya bandar narkoba. Apalagi daerah sekitar rumah seperti Pecenongan, Gang Kingkit, Kartini, Batu Tulis. Semuanya daerah drugs.” ungkap penggemar klub sepakbola AC Milan ini.

Jadi Preman karena Narkoba
Mengkonsumsi megadon, jelas Ricky, membuat emosinya tinggi dan tidak stabil. Akibatnya, pemuda keturunan Manado ini jadi sering ribut dengan orang lain dan selalu mengarah ke baku fisik. Mulailah Ricky menekuni karirnya sebagai preman. Bersama teman-temannya, Ricky selalu meminta uang keamanan ke toko-toko di daerah Pasar Baru. “Setiap toko saya mintain Rp 50.000 - Rp100.000. Hasilnya saya pakai mabok sama teman-teman.” papar Ricky mengingat masa lalunya.
Memasuki masa kuliah, kebiasaan Ricky mengkonsumsi narkoba makin parah. Ia pernah tidak sadarkan diri selama sehari penuh karena meminum lima butir megadon dan menghisap 15 linting ganja seukuran rokok kretek bersama temannya. Makin lama kebiasaannya ini membuat otaknya tidak dapat berpikir. Akhirnya ia keluar dari kuliahnya di salah satu universitas di kawasan Kuningan, Jakarta.

Sembuh Ditolong Teman Satu Gereja
Ricky menganggap dirinya masih disayang Tuhan. Karena di tengah keterpurukannya menjadi pecandu narkoba dan keluarga berantakan, masih ada orang yang mau menolongnya. Orang itu bernama Susi Thenu, temannya di gereja. Susi-lah yang mengajak Ricky untuk mengikuti acara gereja Teen Chalenge, acara khusus untuk pemuda yang sedang kecanduan narkoba dan ingin sembuh. “Akhirnya saya mendapat hidayah Tuhan di gereja tersebut dan saya langsung mengutarakan niat saya untuk sembuh di hadapan Tuhan. Setelah itu saya langsung mengikuti rehabilitasi. Waktu itu saya dikarantina selama tiga bulan di daerah Cibubur, di bawah pengawasan pendeta dan pembina.” tutur Ricky.
Terapi yang dijalankan Ricky tidak melibatkan dokter sama sekali, karena waktu itu dokter khusus kecanduan narkoba belum ada di tempat rehabilitasi tersebut. Ia hanya mendapatkan segelas susu ketika tubuhnya mulai sakaw atau ketagihan. Awalnya susu itu pasti dimuntahkan kembali. Tetapi pembina di sana tetap membiarkan pasien mengalami sakaw, sampai sakawnya lewat. “Seperti itu setiap kali saya sakaw. Walaupun saya pingsan, atau mengerang kesakitan yang diberi ya hanya segelas susu,” Ricky menambahkan.

Pergi ke Amerika
Setelah mengikuti karantina pada tahun 85-an, kondisi kesehatan Ricky berangsur pulih. Ia tidak lagi memakai narkoba jenis apapun. Walaupun berulang kali ia mendapat godaan dari temannya, bahkan sampai dipukuli, ia tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak memakai narkoba lagi. Waktu luangnya digunakan untuk bekerja. Sampai pada suatu saat, ia bekerja di sebuah perusahaan swasta yang mempunyai piutang sebesar Rp 1,2 milyar yang macet selama dua tahun lebih. Kebetulan, ia memilili teman seorang debt collector (penagih hutang, Red.). Ia lantas meminta bantuan temannya untuk menagih. Tidak disangka, dalam kurun waktu dua hari orang tersebut langsung melunasi utangnya, padahal hanya melalui dialog, bukan pendekatan fisik. Akhirnya Ricky mendapat bonus, ia diberi kebebasan untuk berlibur ke luar negeri selama dua minggu, sebuah pengalaman yang ia anggap sebagai mujizat dari Tuhan. “Saya akhirnya milih Amerika, karena saya ingin sekali ke sana dan saya memang belum pernah ke sana,” ujar Ricky sambil tersenyum.
Akhirnya Ricky ke Amerika, dan menghabiskan waktu dua minggu bertamasya. Satu hari sebelum kepulangannya, Ricky berubah pikiran. Ia ingin menetap di Amerika. “Saya mutusin untuk tinggal lebih lama di Amerika, saya pengen sekolah di sana. Padahal waktu itu duit saya tinggal 100 dolar. Tapi karena bayar sekolahnya bisa dicicil, akhirnya saya berani. Duit saya yang tinggal 100 dolar itu, saya bikinin SIM sama KTP plus merubah visa saya dari visa kunjungan wisata ke visa pelajar, waktu itu kita tinggal nambah 45 dolar. Setelah surat itu jadi semua, saya langsung kerja jadi supir delivery service (layanan hantar, Red.) di Pizza Hut. Gajinya saya gunakan untuk bertahan hidup sama kuliah. Sejak itulah saya bisa kuliah di Amerika dan hidup selama kurang lebih 5 tahun di sana” ungkap Ricky panjang lebar.
Di negeri Paman Sam itu, Ricky mengambil kuliah ekonomi. Ia tinggal di Pasadena, Los Angeles. Selama kuliah, ia juga mengikuti ekstra kulikuler sinema. Karena itulah ketika Ricky kembali ke Indonesia, ia langsung bekerja di Broadcast Design Indonesia, satu rumah produksi terkenal di tanah air.

Membina Anak Jalanan Korban Narkoba
Saat ini Ricky disibukkan dengan aktivitas sosialnya membina anak-anak jalanan korban narkoba, bersama dengan Zack Lee (kekasih artis Nafa Urbach, Red.), dan Nyong (drummer penyanyi Glenn Fredly, Red.). Nama perkumpulannya adalah Underground Ministry. Melody Karaoke di belakang Blok M Plaza menjadi tempat nongkrong perkumpulan ini. Selain itu, Ricky juga tengah sibuk dengan Event Organizer (EO) miliknya yang bernama Sonja Media Entertain (SME). Di bawah bendera SME, Ricky menangani sejumlah artis antara lain Sonja, Saint Locco, dan grup musik Senyawa.
Bersama Underground Ministry, Ricky punya obsesi memiliki rumah sebagai tempat singgah untuk anak-anak pecandu. “Saya pengen mereka semua bisa punya skill (ketrampilan, Red.) dan pekerjaan tetap. Sehingga mereka bisa berguna dan bergabung lagi ke masyarakat. Jadi saya gak cuma nyadarin mereka untuk sembuh. Buat apa kalo setelah sembuh dia gak bisa ngapa-ngapain?” Ricky mencurahkan pandangannya.
Khusus untuk pembaca SADAR, pria yang menjagokan Belanda di Piala Dunia 2006 ini, menyampaikan pesan agar jangan sekali-kali mencoba narkoba. “Say no to drugs, jangan takut dibilang banci kalo gak pake daripada hidup lu hancur dan terpuruk karena narkoba!” tegasnya mantap, menutup obrolan sore itu. (DIM)

Sadar, April 2006

3 komentar:

S.Nainggolan, A.Md mengatakan...

Tulisannya bagus Pak. Mohon ijin saya copy ke blog kami. Oh yah pak, mungkin tampilan blognya bisa dibuat lebih menarik lagi. Ada banyak template yang bagus2 untuk blogger. Jika berkenan, nanti saya kirim script untuk content seperti recent post, shout box, animasi dll. Salam

S. Nainggolan
http://beritanarkoba.blogspot.com/
http://www.asaborneo.co.cc/

Bang Hary mengatakan...

Terimakasih Pak Nainggolan. Ditunggu janji mu.

Anonim mengatakan...

saya juga pernah ditawari narkoba, saya tolak, kemudian saya dikatain banci.. biarin..
Malah saya ada peristiwa yang menggelikan silakan klik di sisni..
beri contoh malah dibilang banci